Friday 4 November 2011

Kangen Kebun Binatang Surabaya

Senang rasanya, akhirnya aku bisa mengunjungi lagi Kebun Binatang Surabaya. Ini kesekian kalinya aku mengunjungi tempat wisata tersebut, sebelum yang terakhir ketika aku masih duduk di bangku sekolah dasar. Dan kini aku tengah menginjak semester tiga di perguruan tinggi. Mungkin sekitar tujuh tahun yang lalu. Syukur Kebun Binatang Surabaya atau yang disebut Bonbin ini salah satu aset milik Surabaya, dan sudah pasti terletak di Surabaya. Coba kalau letaknya di luar kota, pasti sudah tak tahu kapan aku sempat berkunjung lagi.

Kunjunganku beserta seorang sahabat ya bisa dibilang soulmate dapat dikatakan untuk mengatasi rasa kangen akan Bonbin. Selain itu juga ingin membenarkan atau melihat langsung mengenai kasus-kasus yang kini tengah memporak-porandakan tempat tersebut.

Bagiku berkunjung di hari Rabu atau hari biasa merupakan waktu yang tepat. Selesai UTS, aku langsung meluncur ke sana. Dengan biaya tiket masuk lima belas ribu rupiah. Kemudian aku mendapati suasana yang bisa dibilang sepi. Tidak ramai pengunjung seperti pada hari-hari libur. Benar-benar enak untuk berkeliling.

Pertama masuk aku disambut dengan kandang berisi bermacam-macam burung. Kami berjalan terus hingga akhirnya bertemu segerombolan unta. Kami pun menghampirinya dan temanku sibuk menjepret binatang yang berasal dari daerah timur tengah tersebut. Sementara aku asik melihat cara dia mengambil gambar. Tiba-tiba dua pria datang menghampiriku. Benar-benar dekat. Dan langsung bertanya, "Mbak, boleh minta waktunya sebentar?" Aku kira ada apa. Fufufu... Sudah kukira.

"Iya boleh." Aku jawab dengan mantab. Pria tersebut lanjut menanyaiku, dan pria di sebelahnya mengarahkan handy cam kaearahku. "Mbak kan tau akhir-akhir ini banyak berita mengenai Kebun Binatang. Lalu menurut mbak gimana tentang kabar-kabar tersebut?" Ya seperti sebuah mimpi yang baru-baru terkabul. Aku langsung bercerita mengenai pendapatku. Dan sebagian dari pendapatku telah aku tulis dalam Mahasiswa Biasa Punya Usul. Tak tahu bagaimana mereka berdua berpikir mengenai aku dan jawabanku yang terpenting aku sudah mencurahkan apa yang sudah aku pikirkan selama ini. karena memang ada pertanyaan yang tiba-tiba membuat aku njeglek alias mati lampu. Ketika ditanyai apa pendapatku mengenai pengolahan dalam yayasan KBS. Wow!

Kemudian di akhir wawancara, si mas bertanya, "Berarti mbak tidak setuju kalau KBS ini ditiadakan?" Dan aku menjelaskan bahwa tentu sangat tidak setuju mengenai 'pelenyapan' KBS. Karena termasuk dalam aset Surabaya, di samping itu juga termasuk dalam paru-paru kota. Aku berpendapat bahwa Surabaya telah kehilangan Museum Mpu Tantular. Walaupun museum tersebut ada di bawah kepemilikan Provinsi Jawa Timur.

Perjalanan dilanjutkan. Menurutku ya lumayan banyak perubahan. Ya ada beberapa kandang yang aku lihat memang nampak sangat bagus. Ada di sekitar kandang jerapah. Arahnya ke belakang.

Dan aku juga melihat beberapa tempat seperti tempat penyewaan perahu. Dulu padahal tempat tersebut sangat rapih dan bagus. Tapi sekarang yaaa mohon maaf. *sensor. Ya atau karena aku yang sudah lama tidak berkunjung ke sana.

Siang itu hampir semua binatang terlihat lesu. Terutama golongan macan atau harimau. Ya atau mungkin karena suasana yang tergolong panas bagi mereka.

Di belakang. Dekat dengan tempat perawatan bayi-bayi binatang yang baru lahir, aku melihat seekor monyet. Bayi. Sangat lucu, perawatnya memakaikan pakaian bayi. Menggeliat-nggeliat. Dengan beberapa buah guling di sekelilingnya. Persis seperti perlakuan pada bayi manusia.

Di belakang. Ada beberapa ekor hewan yang dalam masa rehabilitasi atau perawatan. Ada seorang perawat yang sedang menyuapi bayi komodo dengan daging mentah yang masih basah dengan darah. Aku pun bertanya kenapa dengan komodo itu. Si bapak mengatakan bahwa komodo tersebut cacat dari lahir. Kasihan.

Aku bertanya apakahh pengembangbiakan komodo itu susah. Beliau menjawab susah, dan menjelaskan. Komodo paling tidak setahun sekali bertelur, sekitar lima belas butir. Akhirnya tidak semuanya bisa menetas. Bahkan sekali bertelur, dibutuhkan waktu sekitar tujuh sampai delapan bulan hingga telur tersebut menetas.

Kemudian kami melanjutkan perjalanan. Memang banyak perubahan menurutku. Sayangnya aku tidak bisa berpendapat bagaimana mengenai keadaan KBS sekarang.

No comments:

Post a Comment

x